Rabu, 01 September 2010

TersenyumLah dengan Hatimu..

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni

Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana.

Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur

hidup.


Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan

kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.

Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan

setiap orang memilikinya.


Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling."

Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya

kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi

mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan

didepan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan

selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini

sangatlah mudah.



Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak

bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi

kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya

sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian,

saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil

mencari tempat duduk yang masih kosong.


Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak

setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang

yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat

mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya

membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat

di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil!

Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.


Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang

lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang

"tersenyum" kearah saya.

Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan

kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya

dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung

beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.

Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh

saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang

memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi

mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya

merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian

itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja

sudah sampai didepan counter.


Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin

saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan.

Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona."

Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh

mereka (sudah menjadi aturan direstoran disini, jika ingin duduk di

dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli

sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan

badan.


Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat

terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka

mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang

hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan,

saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga

sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan'

saya.


Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk

ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum

dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam

nampan terpisah.


Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang

ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke

meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan

lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua

lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu

di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak

tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini

telah saya pesan untuk kalian berdua."


Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai

basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak,

nyonya." Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya

berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,

Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu

ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan

memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya

merengkuh kedua lelaki itu.


Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan

meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang

tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya

mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang

saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang

pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! " Kami

saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2

bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah

mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang

lain yang sedang sangat membutuhkan.


Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan

meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka

satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat

tangan' dengan kami.


Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan

berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami

semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan

olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi

kepada kami."


Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum

beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah

kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin

kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu

melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya

merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang

tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh

saya dan sekaligus merupakan 'hidayah' bagi saya, maupun bagi orang2

yang ada disekitar saya saat itu. Pengalaman hari itu menunjukkan

kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH

sekali!


Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini

ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan

keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya

ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya

membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya

mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari

kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun

mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah

menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam

membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah

itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu

berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang

didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan

perasaan harunya.


Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya

dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya

.

"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa

'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."


Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk

menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku,

dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai

mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah

saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA

SYARAT."


Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda,

teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat'

yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita

ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun)

bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!


Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari

kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan

JEJAK di dalam hatimu.


Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk

berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan

uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan

kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan

kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap

hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke

dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa

mendapatkannya.


Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi

orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari

PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk

bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri...



:-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sedang tidak di t4, harap tinggaLkan pesan..